AZKA AL BAITUL AMIEN JEMBER
Jl. Sultan Agung No 2 Jember Telp. 0331-425509

Kiat – Kiat Menjadikan Anak Sholeh

Oleh: KH. M.Mushodiq Fikri Farouq
Pengasuh Pondok Pesantren Riyadlussholihien Jember Jawa Timur


Semua orang tua pada umumnya mengharapkan mempunyai anak sholeh/ sholehah sebagai buah pernikahan mereka. Bahkan mendapatkan anak sholih adalah salah satu tujuan pernikahan seperti yang diterangkan dalam Kitab Ihya ‘Ulumiddin Bab Nikah. Nabi Ibrahim memanjatkan doa khusus kepada Allah agar diberi anak keturunan yang sholeh; Rabbi habli min Al-Sholihien. Nabi Zakaria pun demikian. Dalam usia senja terus memanjatkan doa agar supaya diberi keturunan yang baik/ sholeh; Rabbi habli min ladunka dzurriyyatan thoyyibah. Ini menunjukkan betapa pentingnya anak sholeh dalam kehidupan rumah tangga dan betapa bahagianya orang tua yang mempunyai anak sholih. Mereka tidak hanya bahagia ketika masih hidup di dunia karena anaknya berbakti terutama dalam usia senjanya.

Betapa banyak orang tua yang kesepian meskipun anaknya banyak karena anak-anaknya tidak ada yang peduli. Jangankan membiayai, menengokpun tidak sempat. Padahal ketika anak masih kecil orang tua bekerja keras membanting tulang untuk anak. Sungguh ironi, orang tua kaya anak ikut kaya. Orang tua makan enak, tinggal di rumah mewah, naik mobil bagus anak juga ikut merasakan. Bagaimana kalau dibalik? Betapa banyak orang tua menjadi pembantu anaknya yang kaya, subhanallah.

Ketika sudah meninggal pun anak yang sholeh akan memberikan pahala yang tidak terputus kepada orang tuanya, bahkan di akhirat kelak anak yang sholeh akan memuliakan derajat orang tuanya. Dalam satu hadist dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah bersabda: “Apabila anak adam meninggal, akan terputus semua amalnya kecuali 3 perkara: amal jariyah, ilmu yangg bermanfaat, anak sholih yang mendoakan orang tuanya. Imam Ahmad dalam Musnad nya meriwayatkan Hadits Nabi Saw yang menceritakan besok di akhirat ada orang tua yang mendapatkan derajat yang sangat tinggi sehingga orang tua tersebut heran hampir tidak percaya karena merasa amalnya di dunia tidak terlalu istimewa, sehingga layak dibalas dengan derajat semulia itu. Dia bertanya kepada Allah apakah betul derajat yang tinggi itu memang untuk dirinya. Allah menjawab; betul, karena doa dan istighfar anak-anakmu, subhanallah.

Namun demikian, karena anak sholih sangatlah berharga maka mendapatkannya juga tidaklah mudah. Menjadikan anak sholih adalah perjuangan panjang yang memerlukan ilmu, kesabaran, riyadloh dan lain sebagainya. Tidak semua orang tua mengerti cara atau kiat-kiat menjadikan anak sholih. Tulisan ini sangatlah terlalu sederhana untuk memahami kiat-kiat menjadikan anak sholih. Namun demikian mudah-mudahan tulisan sederhana ini bermanfaat memberikan sedikit pengetahuan dan informasi kepada para orang tua. 


Pemilihan Pasangan
       Anak sholih bukanlah produk instan. Mereka adalah hasil dari sebuah proses panjang bahkan proses itu dimulai sebelum suatu pernikahan dilangsungkan, yaitu bagaimana kita memilih pasangan hidup atau suami istri kita. Alqur’an menganalogikan suami istri sebagai petani dengan sawahnya. Allah berfirman; Nisaaukum khartsun lakum faktuu khartsakum annaa syiktum (istrimu adalah sawah atau ladang bagimu, maka datangilah sawahmu sesukamu). Ayat ini diterangkan dalam kitab Tafsir Jalalain, bahwa suami adalah petani sedangkan istri adalah sawah ladang. Imam Ghazali menerangkan pemilihan pasangan adalah sangat menentukan. Beliau menafsirkan ayat 58 surat Al-A’rof; Wa al-baladu al-thoyyibu yakhruju nabaatuhu bi idzni robbihi Wa al-ladzi khobutsa laa yakhruju illa nakidaa. Tanah yang subur akan menghasilkan tanaman yang subur, sedangkan tanah yang kering / tandus akan menghasilkan tanaman yang kering pula. Kata Al Ghazali yang dimaksud tanah subur adalah orang tua yang sholih. Artinya, orang tua yang sholih akan menghasilkan anak yang sholih.

Banyak contoh yang sudah ditunjukkan Allah. Nabi Ibrahim mempunyai anak Nabi Ismail dan Nabi Ishaq yang mempunyai anak Nabi Ya’qub dan mempunyai anak Nabi Yusuf. Nabi Daud mempunyai putra Nabi Sulaiman. Sayyidina ‘Abbas mempunyai putra Abdullah bin Abbas yang sangat tersohor ilmunya di kalangan sahabat. Umar bin Khattab mempunyai putra Abdullah bin Umar yang luar biasa. Sunan Ampel yang wali adalah putra wali Syech Ibrahim Asmaraqandi yang merupakan putra dari wali Syech Jumadil Kubro. Sunan Ampel mempunyai putra yang juga wali Sunan Bonang yang berputra Sunan Drajat. Sunan Kalijaga yang menjadi menantu Sunan Ampel mempunyai putra Sunan Muria, subhanallah. Terkadang banyak orang tua yang aneh dan lucu. Mereka ingin mempunyai anak sholih akan tetapi mereka tidak mau mensholihkan dirinya terlebih dahulu.

Berdasarkan hal tersebut, maka hendaknya wanita sholihah mencari laki-laki yang sholih sebagai pasangan hidupnya, demikian juga sebaliknya. Dalam mencari calon istri Nabi mengajarkan; Fadlfar bidzatiddin, pilihlah wanita yang beragama. Memilih calon suami pun Nabi menganjurkan; Idzaa aataakum man tardlowna diinahuu wa chuluqohuu fazawwijuuhu, apabila datang laki-laki yang engkau ridlo agama dan akhlaknya maka nikahilah. Demikianlah keterangan dalam kitab Riyadlussholihien dan Ihya’ Ulumiddin.


Rizki Yang Halal
Dalam Al-Quran banyak sekali ayat yang menerangkan pentingnya rizki halal dalam membentuk kesholihan seseorang. Salah satunya adalah surat Al-Mukminun 50; yang artinya; Wahai para Rasul makanlah yang thoyyib/ halal dan beramallah yang sholih. Ayat ini ditafsiri olah Al-Ghazali dalam Ihya’ nya bahwa Allah memerintahkan makan yang halal sebelum amal sholih. Maksudnya seseorang tidak bisa jadi orang sholih kalau yang dimakan tidak halal, subhanallah. Syekh Ali Al-Syadzili dalam Kitab Sullam Al-Taufiq menngatakan bahwa orang yang makan barang haram akan keras hatinya. Kalau sudah keras hatinya bagaimana bisa menerima nasehat, ilmu dan lain sebagainya, masyaallah. Makanya para orang tua yang merasa anaknya tidak sesuai harapan bahkan ada yang berani dan melawan kepada orang tua hendaknya tidak semata-mata menyalahkan atau marah-marah kepada anak tapi juga mengevaluasi apakah rizki yang selama ini sudah diberikan kepada anak, apakah sudah dijaga kehalalannya. Bukankah Allah memerintahkan kita melihat makanan kita dalam firman-Nya; maka hendaknya manusia melihat makanannya.


Pendidikan Anak
Pendidikan yang dimaksud disini bukan hanya pendidikan secara formal, sekolah dan lain sebagainya, akan tetapi pendidikan secara luas, yaitu pola didik, pola asuh, pola tingkah laku, penanaman nilai dan lain sebagainya, terutama pendidikan agama yang dilakukan olah orang tua dalam keluarga, sebagai lingkungan pertama dan paling utama dalam kehidupan anak. Inilah yang banyak tidak dipahami oleh para orang tua. Mereka menganggap pendidikan hanyalah sekolah, kuliah dan lain sebagainya, secara formal yang ukuran keberhasilannya adalah angka, raport, ijazah, lulus/ tidak lulus dan lain sebagainya. Banyak orang tua yang tidak hadir dalam kehidupan dan pendidikan anak, padahal fungsi dan peran orang tua tidak bisa digantikan oleh guru sepintar dan sehebat apapun.

Islam mengajarkan bahwa pendidikan keluarga adalah pendidikan pertama dan paling utama, Al-Ummahaat Al-Madrosat Al-Ula, karena yang paling mengerti kelebihan dan kelemahan anak adalah orang tua. Allah menitipkan anak kepada orang tua bukan kepada guru atau sekolah. Besok di akhirat, orang tualah yang harus mempertanggungjawabkan kepada Allah. Realitas yang terjadi justru banyak orang tua yang hanya berfungsi donasi, membiayai anak secara materi sedangkan ruhani, akhlak, perilaku, ibadah, keimanan dan lain sebagainya tidak diperhatikan. Banyak yang berpikir yang penting anaknya bisa sekolah di sekolah favorit dan kalau perlu membayar/ menyuap, subhanallah. Padahal anak adalah titipan Allah yang butuh kasih sayang, perhatian, pelukan dan semacamnya. Itu semua hanya bisa didapat dalam keluarga dan tidak bisa diperoleh di sekolah.  Makanya tidak heran kalau banyak anak yang menonjol secara intelektualitas tapi moralitas dan spritualitasnya memprihatinkan.   

Kondisi ini diperparah dengan lemahnya pengawasan orang tua dan banyaknya orang tua yang melalaikan pendidikan agama kepada anaknya, bahkan menganggap pendidikan agama tidaklah penting. Padahal agama adalah modal utama pendidikan anak. Sayyidina Ali RA berkata; ilmu yang pertama kali diperkenalkan kepada anak adalah mengenal Allah. Bagaimana mungkin anak yang dititipkan Allah kepada kita ternyata tidak kita kenalkan kepada yang menitipkan. Ini adalah kesalahan fatal yang banyak dilakukan orang tua. Agama adalah fondasi kehidupan yang memberikan arah dan tujuan kehidupan. Tanpa agama berarti anak kita akan hidup tanpa arah dan tujuan. Banyak orang tua yang tidak menaruh perhatian urusan sholat, membaca Al-Quran dan sebagainya kepada anak, sehingga anak menjadi kering ruhaninya, gersang spiritualitasnya, jauh dari Tuhannya tidak kenal Nabi dan kitab sucinya. Kalau sudah demikian, tidak mungkin kita berharap anak menjadi sholih karena orang sholih adalah “memenuhi hak-hak Allah dengan beribadah sholat dan hak-hak hamba-Nya”.

Anak sholih tidak lahir di sekolah, tapi lahir dari pendidikan keluarga yang hangat dan mesra, berbasis keimanan kepada Allah. Kita bisa belajar dari kisah Luqman Al Hakim dan keluarga Imron yang namanya diabadikan dalam Al-Quran, karena keberhasilan mendidik anak-anaknya menjadi anak-anak sholih. Mereka mendidik anak-anaknya tentang keimanan, tauhid, etika, pola hidup dan lain sebagainya secara langsung dan sungguh-sungguh karena anak adalah aset dunia akhirat.  

           Banyaknya kasus tawuran, penyimpangan perilaku seks, pornografi, narkoba dan lain sebagainya yang melibatkan siswa/ pelajar adalah bukti nyata kegagalan pendidikan formal  dalam membangun karakter dan adab perilaku anak sekaligus meyakinkan kita semua bahwa penguatan pendidikan keluarga terutama pendidikan agama harus segera dilakukan. Kita harus lebih hati-hati dan sungguh-sungguh menjaga anak. Sesibuk apapun orang tua harus memberikan waktu yang signifikan kepada anak. Jangan sampai anak justru merasa lebih dekat dengan alat-alat tehnologi, gadenganet, HP, TV dan lain sebagainya daripada dengan orang tua. Jangan sampai anak justru merasa lebih senang dengan ketiadaan orang tua karena bisa berbuat bebas apa saja bahkan yang negatif sekalipun, karena keberadaan orang tua bagi mereka adalah ketidaknyamanan karena pendekatan orang tua yang salah, tidak komunikatif dan cenderung selalu menyalahkan anak.


Doa orang tua untuk anak
        Bagian terakhir dari tulisan ini adalah doa. Namun demikian, bukan berarti yang terakhir itu tidak penting. Justru inilah senjata pamungkas orang-orang yang beriman, Al-Du’a siroj Al-Mukminin. Pemilihan pasangan, rizki yang halal dan pendidikan adalah usaha dan ikhtiar kita sebagai hamba yang tidak mempunyai kekuatan apa-apa. Sang penentu adalah Allah. Makanya jangan pernah meremehkan doa, karena dalam doa tersebut ada keber-serahan dan ketawakkalan kita kepada Allah. Allah sangat mencintai orang-orang yang tawakkal. Orang yang tidak mau berdoa, menunjukkan kesombongan dan ketidak tahu diriannya sebagai hamba yang sangat lemah. Kalau para Nabi dan Rasul saja berdoa minta anak sholih, apalagi kita yang bukan siapa-siapa.

Marilah kita terus berdoa terutama setelah sholat, dalam sujud, di tengah malam dan waktu-waktu yang mustajab, mudah-mudahan Allah menjadikan anak-anak kita menjadi anak sholih sehingga kita sebagai orang tua bahagia dunia akhirat, wallahu a’lam bis showab.