AZKA AL BAITUL AMIEN JEMBER
Jl. Sultan Agung No 2 Jember Telp. 0331-425509

Ketika Kerja Menjadi Ibadah

Oleh: Suparman, M.HI

Banyak orang yang berasumsi bahwa ibadah itu hanya ada pada shalat, puasa, zakat, haji serta perbuatan yang secara nyata berkaitan langsung dengan Allah SWT atau masalah yang berkaitan dengan akhirat. Sedangkan urusan kedunian seperti bisnis, kerja mencari nafkah dianggap dan sebagainya hanya dianggap sebagai urusan dunia yang tidak berhubungan dengan ibadah kepada Allah SWT atau dengan balasan di akhirat.
Kesalahan cara pandang ini berakibat pada perbedaan dalam menjalankan aktifitas tersebut. Nilai kejujuran yang menjadi salah satu tujuan ibadah akan tampak ketika mengerjakan shalat, puasa dan semacamnya. Sebaliknya nilai itu akan mudah menjadi hilang ketika menjalankan bisnis, berdagang, bekerja dan semacamnya.
Pada saat seseorang melaksanakan shalat, puasa dan semacamnya, tertanam kuat keyakinan  bahwa itu adalah ibadah yang diperintahkan Allah SWT, sehingga Allah SWT lah yang menjadi pengawas secara langsung. Apapun yang terjadi Allah SWT pasti mengetahuinya. Setiap ada kekurangan dari ibadah itu, Allah SWT pasti diketahui. Sehingga tidak seorangpun yang berani melakukan manipulasi ketika menunaikan ibadah tersebut.
Sebaliknya dalam bisnis, kerja dan semacamnya, tidak adanya keyakinan bahwa hal itu merupakan ibadah, menjadikan seseorang hanya menganggapnya hanya sekedar hubungan sosial antar manusia. Manusialah yang menjadi obyek hubungan tersebut, yang mengawasi dan menilai apa yang dilakukan. Manusia sebagai tempatnya  salah dan lupa sangat gampang untuk ditipu dan menjadi korban manipulasi. Akibatnya terjadilah kecurangan dalam bisnis, korupsi dan semacamnya.
Sejatinya, dalam setiap perintah Allah SWT terkandung  nilai ibadah.  Di sisi lain, semua yang dikerjakan manusia, asalkan merupakan perbuatan baik, adalah perintah Allah SWT. Dalam hal bekerja mencari nafkah,  Allah SWT memerintahkan:
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللهِ وَاذْكُرُوا اللهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (QS. Al Jum’ah, 10)
Karena merupakan perintah, maka ketika seseorang bekerja mencari rizki dengan cara yang halal, berarti ia sedang melaksanakan perintah Allah SWT. Menjadi sebuah ibadah jika dilandasi niat melaksanakan perintah Allah SWT tersebut.  Apalagi jika kemudian dijadikan perantara untuk melaksanakan semua perintah Allah SWT yang lain. Misalnya mencari rizki untuk menafkahi keluarga, menunaikan zakat, melaksanakan haji dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, sepanjang saat dan waktu seseorang bisa melaksanakan ibadah kepada Allah SWT. Ketika beraktifitas sehari-hari di pasar, kantor,sekolah, kampus dan lainnya, ibadah dapat dilaksanakan, asalkan didasarkan motifasi untuk melaksanakan perintah Allah SWT maka akan menjadi ladang untuk mengabdikan diri kepada Allah SWT.
Ketika nilai ibadah ini sudah tertanam di dalam seluruh aktifitas keduniaan, maka akan timbul kesadaran bahwa yang menjadi pengawas bukan hanya manusia yang memiliki banyak kelemahan dan kekurangan, tetapi Allah SWT yang Maha Mengetahui tanpa sedikitpun ada yang terlewatkan, ikut mengawasinya. Di sinilah akan muncul nilai-nilai kejujuran yang tidak hanya didasarkan oleh ketakukan kepada manusia, tetapi karena taqwa kepada Allah SWT.
Selanjutnya, muncul pula kesadaran bahwa apa yang didapatkan dari hasil kerja tersebut adalah semata anugerah dan rizki yang diberikan Allah SWT. Semua yang ada di dunia adalah milik Allah SWT yang dipersiapkan untuk kemakmuran hidup manusia. Kadang kala Allah SWT memberikan milik-Nya itu sesuai dengan usaha yang dilakukan, namun tidak jarang secara “gratis”, di luar rencana  dan perhitungan nalar sehat, melalui jalan yang tidak terduga sebelumnya (min haitsu la yahtasib). Oleh karena itu, apa yang pada manusia hakikatnya milik Allah SWT, bukan milik manusia seutuhnya.
Jika kesadaran ini telah tertanam dengan baik, maka sifat lapang dada dan hati yang bersih dari sifat cinta dunia akan segera tersemai. Tidak diperbudak dunia karena ia menyadari bahwa harta adalah sarana untuk beribadah kepada Allah. Muncul pula sifat murah hati dan ringan tangan untuk membantu  orang lain. Begitu pula dengan kesadaran bawa semua yang dimiliki adalah hak mutlak dari Allah SWT yang akan diambil kapanpun Allah SWT kehendaki.
Ketika Allah SWT, sebagai pemilik harta memerintahkan agar harta tersebut diberikan kepada orang lain, yakni melalui zakat, infaq dan sedekah, maka dengan segera perintah itu dilaksanakan. Sebaliknya hati tidak akan berat ketika harus kehilangan apa yang dimiliki, karena hal itu berarti batas waktu hak guna pakai yang diberikan SWT telah berakhir.

Demikianlah efek yang luar biasa dari usaha seorang muslim untuk menjadikan kerja sebagai ibadah yang merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sarana untuk memunculkan kejujuran dan ketenangan hidup dunia dan akhirat serta jiwa sosial. Mudah-mudahan kita semua mampu melaksanakannya…Amin….