Refleksi
atas nilai strategis Isra’ dan Mi’raj
Oleh : Ust. Hefni Zain
Suatu hari beberapa sahabat menyaksikan Ali Bin Abi Tholib sedang berwudlu’
lalu wajahnya berubah pucat pasi dan tubuhnya gemetar seperti orang
ketakutan. Ketika ditanya, apa yang menimpamu yaa Amirul mu’minin ? Ali
menjawab : wahai sahabatku, kalian tidak tahu dihadapan siapa sebentar lagi aku
berdiri mempertanggung jawabkan sebuah amanah. Dalam QS.33 : 72 ditegaskan “Sesungguhnya
kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu amat zalim dan amat bodoh”. Bagi kaum muslimin, sholat merupakan amanat besar, ia tidak saja harus
didirikan secara personal, melainkan juga harus ditegakkan ditengah
tengah masyarakat, sholat bukan sekedar kebutuhan pribadi, melainkan harus diposisikan sebagai menegakkan pemerintahan ilahiyah ditengah kehidupan
sosial sehari-hari. Keajaiban dan pesan nilai sholat harus
dimasyarakatkan ditengah peradaban, sehingga
masyarakat dapat berjalan dibawah pancaran cahayanya yang gemilang serta
memperoleh harmoni melaluinya.
Sholat adalah momentum yang strategis dimana
relasi seorang mu’min diperbaharui dengan saluran rahasia yang menjadi sumber
wujud dirinya. Sholat bukan sekedar pengistrihatan mental
dari segala kesibukan bendawi, tetapi lebih merupakan sarana efektif bagi upaya komunikasi, secara vis a vis antara
makhluk dan sang kholik. Ketika seseorang memasuki
kosmologi sholat sesungguhnya yang bersangkutan sedang berpisah dengan alam
relatif dan fana menuju ke alam absolut dan baqa’, ketika seseorang mengangkat
tangan (takbir) dalam sholat, saat itu sesungguhnya yang bersangkutan tengah
meninggalkan planet ini, dia sedang mi’raj menghadap Allah Swt di sidratul
muntaha, sebagaimana ditegaskan oleh sebuah hadits bahwa “Assolatu Mi’rajul Mu’minin“. Dari sini
pengaruh sholat bagi pelakunya menjadi berlipat, tidak saja melatih disiplin,
jujur, memperkokoh keimanan atau juga mengadukan segala hajatnya pada sang
kuasa, tetapi juga akan menjadi terapi bagi segenap beban yang dialaminya. Pernah dilakukan sebuah riset, pengujian dan diagnosa
terhadap tekanan darah dan denyut jantung pada orang yang sedang sholat ,
hasilnya : ditemukan rekaman jaringan
elektrik otak dan metabolisme kimia darah membentuk keseimbangan yang
menakjubkan, hal tersebut sangat logis, sebab mendirikan sholat berarti
mengaktifkkan dan membangun seluruh instrumen tubuh untuk bergabung dengan
hati, akal dan jiwa.
Sholat merupakan kebutuhan mutlak untuk
mewujudkan manusia seutuhnya, kebutuhan akal dan jiwa, karena sholat merupakan
pengejawantahan dari relasinya dengan Tuhan, relasi yang menggambarkan tentang
pengetahuannya mengenai tata kerja alam raya ini yang berjalan dibawah satu
system. Ia juga menggambarkan tata intelegensia semesta yang total dan
sepenuhnya dikendalikan oleh Allah Rabbul alamin. Dikatakan kebutuhan jiwa, karena tidak seorangpun dalam perjalanan hidupnya
yang tidak pernah mengalami berbagai
kecemasan, maka dengan Sholat, kecemasan dan kehawatiran dapat dengan mudah
dihilangkan. Alexis Carel (dokter yang telah dua kali menerima Nobel) mengatakan
: Apabila pengabdian, sholat dan doa yang tulus kepada sang pencipta dimarjinalkan dari komunitas masyarakat, maka berarti masyarakat tersebut telah menandatangani kontrak bagi kehancurannya, ini sejalan dengan firman Allah. dalam
Qs.19 : 59 “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti
(yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka
mereka kelak akan menemui kesesatan”
Adalah realitas yang tak terbantahkan bahwa hingga kini kita belum memposisikan sholat sebagaimana mestinya, kita masih memahami sholat hanya sebagai kewajiban ritual individual semata yang belum dapat diandalkan fungsi sosialnya,
fungsi pencerahannya dan fungsi kedigjayaannya, padahal fungsi-fungsi itulah yang dapat mewujudkan tatanan masyarakat yang terbebas dari kemungkaran. Dalam sebuah riwayat disebutkan “Tuhan bertanya kepada Jibril as, Wahai Jibril
seandainya Aku menciptakan engkau sebagai manusia, bagaimana cara engkau
beribadah kepadaKu “kata Jibril, aku akan menyembahMu dengan tiga cara. Pertama Aku akan beri minum orang yang kehausan,
kedua aku akan menutupi kesalahan orang lain ketimbang akau
membicarakannya, dan ketiga aku akan menolong meraka yang miskin”. Riwayat ini menegaskan bahwa syarat seseorang untuk dapat
taqorrub dengan Allah adalah bila sebelumnya ia telah dekat dengan saudara-saudaranya yang kekurangan. Dengan
kata lain bila Allah menyuruh manusia mendekatkan diri kepadanya dengan mengisi
masjid-masjid yang sunyi, maka Allah juga menyuruh
manusia mendekatkan diri kepadanya dengan mengisi perut- perut yang kosong.
Disebutkan pula dalam hadits qudsi “ Aku (Allah) hanya akan
menerima sholat orang orang yang merendahkan dirinya karena kebesaranKu, dia
tidak sombong dengan mahlukKu yang lain, dia menyayangi orang orang miskin dan
menderita, menahan diri dari hawa nafsunya karena Aku, melazimkan hatinya untuk
takut kepadaKu, memberi makan pada yang lapar, dan memeberi pakaian bagi yang
telanjang, memberi perlindungan bagi orang yang kena musibah dan orang orang
yang terasing. Kelak cahaya orang itu akan bersinar seperti cahaya matahari,
Aku akan berikan cahaya ketika dia kegelapan, Aku akan berikan ilmu ketika ia
tidak tahu, Aku akan lindungi dia dengan kebesaranKu, akan Kusuruh malaiakat
untuk menjaganya, jika ia berdoa, Aku akan menjawabnya, kalau dia meminta, Aku
akan segera memenuhinya, perumpamaannya di hadapanKu seperti perumpamaan
firdaus.
Jadi bila ada orang rajin sholat, tetapi tidak
berhenti selingkuh, mengumbar janji-janji palsu, mengkorupsi uang rakyat, dan bentuk-bentuk mungkarat lainnya, maka sholat yang bersangkutan tidak
diterima oleh Allah swt. Sholat yang seperti itu bukan sholat beneran melainkan sholat banyolan, yang demikian sama persis
dengan orang yang mengharap surga Allah sambil bermaksiat kepada Allah. Orang yang betul-betul menegakkan sholat adalah mereka yang dapat mengendalikan hawa nasfsunya dari perbuatan yang dilarang Allah,
sebagaimana ditegaskan
dalam Qs. 29 : 45 “Dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar. Karena itulah Nabi saw menegaskan “Kalau sholat
seseorang tidak mencegah dirinya dari berbuat keji dan mungkar maka sholatnya tidak
menambah sesuatu kecuali hanya akan menjauhkannya dari Allah Swt.
Syahdan ada seorang pria yang merayu seorang wanita agar mau
melakukan zina dengannya. Segala tipu daya ia lakukan untuk meruntuhkan
keteguhan iman sang wanita. Pria itu terkenal tampan
dan terkaya di kampungnya, sehingga tidak sedikit wanita yang menaruh
hati kepadanya. Tetapi berbeda dengan wanita yang telah bersuami ini. Prihal rayuan pria itu ia adukan kepada suaminya. "Mas, pria kaya yang tinggal di sebelah itu sering kali menggoda aku.. Tiap
kali berpapasan denganku, pasti ia merayu aku agar mau berbuat zina dengannya.
Ia terus-terusan melakukan itu kepadaku. Apa yang harus aku perbuat?" Sang suami yang ahli sholat itu dengan tenang mengatakan"Katakan kepada pria kaya itu bahwa kamu akan menuruti kemauannya dengan satu syarat." Yakni melakukan sholat berjamaah (subuh saja) dengan
suamiku selama 40 hari secara terus-menerus, tidak boleh putus!"
Mendengar hanya itu syaratnya, pria kaya itu
tampak berseri-seri wajahnya dan langsung setuju. Pikirnya, apapun yang
dikehendaki wanita ini akan kupenuhi, asalkan ia mau tidur denganku. Sungguh aku tak tahan melihat kecantikan dan keelokan tubuhnya. Singkat cerita, mulai sejak ia berjanji, shalat subuhlah ia bersama suami
wanita itu. Ia melakukannya dengan tekun, hari demi hari, hingga akhirnya ia
berhasil mencapai 40
hari tidak putus satu haripun. Karena syarat sudah terpenuhi, si wanita menemui pria
kaya itu, namun pria kaya itu berkata “Aku kini sudah bertobat kepada Allah,
wahai perempuan! Aku tidak mau melakukan perbuatan terkutuk seperti itu!".
Mendengar itu, si wanita memanjatkan pujian kepada Allah SWT, "Maha benar
Allah dengan firmanNya bahwa shalat dapat mencegah pelakunya dari perbuatan
keji dan mungkar."
Dari cerita
diatas,
sholat yang baik tidak saja memberikan keuntungan dan manfaat kepada
individu yang melakukannya, tetapi juga punya akses nilai manfaat sosial kemasyarakatan
yang luas.