Pertanyaan:
Sudah jamak
di masyarakat, ketika melakukan acara amal untuk menyalurkan zakat atau
bersedekah, mereka memilih memberikannya dalam bentuk santunan kepada anak
yatim. Yang ingin saya tanyakan bagaimanakah pandangan agama tentang femonena
tersebut, apakah anak yatim itu termasuk orang yang berhak menerima zakat ?
Ahmaq Sidqi
di Jember
Jawaban:
Saudara Sidqi
yang kami hormati.
Menjawab
pertanyaan saudara, terlebih dahulul kami akan mengemukakan dua hal. Pertama
Allah SWT berfirman tentang delapan golongan yang berhak menerima zakat:
إِنَّمَا
الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا
وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللهِ
وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (التوبة، 60)
Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS. Al Taubah, 60)
Di antara delapan golongan itu, tidak satupun menyebutkan anak yatim
sebagai penerima zakat. Ini artinya bahwa seseorang dalam statusnya sebagai
anak yatim tidak berhak untuk mendapatkan harta zakat. Kecuali jika ia memiliki status lain yang
tergolong ke dalam delapan golongan tersebut, misalnya masuk pada kelompok
fakir atau miskin, maka dalam status inilah ia berhak untuk menerima harta
zakat. Tetapi jika anak yatim itu
memiliki harta yang banyak karena mendapat warisan dari mendiang ayahnya, ia tidak boleh
diberikan zakat.
Kedua, berkaiatan dengan keutamaan
mengurus anak yatim. Yakni sabda Nabi
SAW:
عَنْ
سَهْلٍ، قَالَ: رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «وَأَنَا
وَكَافِلُ اليَتِيمِ فِي الجَنَّةِ هَكَذَا» وَأَشَارَ بِالسَّبَّابَةِ
وَالوُسْطَى، (صحيح مسلم)
Dari Sahl
ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Saya dan orang yang mengurus anak yatim
di surga seperti ini” Nabi SAW memberikan isyarat dengan jari tengah dan
telunjuknya. (HR. Muslim)
Sangat
jelas sekali Nabi SAW menyebutkan keutamaan orang yang memperhatikan anak
yatim, bahwa mereka di surga berada sangat dekat dengan Rasulullah SAW. Ulama menyatakan bahwa maksud
dari orang yang mengurus anak yatim (kafilul yatim) pada hadits ini
bukan sekedar memberikan santunan kepada anak yatim. Tetapi orang yang mengurus
semua kebutuhan hidup anak yatim, meliputi
pendidikan, sandang, pangan atau papan. Dana untuk mengurus itu bisa
berasal dari dana pribadi atau dari harta anak yatim itu sendiri. (Syarh Al
Suyuthi Ala Muslim, 6/290)
Saudara Sidqi yang kami
hormati.
Dari apa yang
telah kami sampaikan tersebut, terkait dengan pertanyaan yang saudara ajukan, jawaban
yang dapat kami berikan sebagai berikut .
1). Jika santunan yang diberikan merupakan harta zakat, dan pemberian itu hanya
karena pertimbangan status mereka sebagai anak yatim, bukan sebagai fakir atau
miskin, maka hukumnya tidak boleh. 2). Anak yatim boleh
menerima zakat jika mereka termasuk delapan golongan yang berhak menerima zakat 3). Anak yatim juga boleh menerima santunan
tersebut apabila dananya berasal dari shadaqah sunnah.
Namun satu hal yang harus diperhatikan, pada acara
santunan tersebut, bahwa kegiatan tersebut akan semakin sempurna manakala tidak hanya menjadi acara seremonial
saja, tetapi dilanjutkan dengan proses intens. Menjadikan mereka sebagai anak
asuh atau menjadi ayah angkat karena inilah yang dimaksud Nabi SAW dengan Kafilul
yatim yang kelak akan bersama Nabi
SAW di surga.