AZKA AL BAITUL AMIEN JEMBER
Jl. Sultan Agung No 2 Jember Telp. 0331-425509

Berzakat melalui Amil


Salah satu kewajiban seorang muslim yang mampu secara finansial adalah berzakat. Ibadah zakat, hendaknya menjadi perhatian bagi para muzakki (pemberi zakat). Yakni bagaimana cara menyalurkan/mendistribusikan zakat kepada mustahik (penerima zakat).

Masih berkembangnya pemahaman di tengah masyarakat bahwa zakat itu lebih afdhal dan lebih baik apabila muzakki menyalurkan langsung zakatnya kepada para mustahik, tanpa melalui perantara amil. Sebagian masyarakat merasa penyaluran langsung ini lebih efektif, karena mereka bisa melihat kondisi riil para penerima zakat.

Dengan pemahaman seperti ini, maka praktek membagi-bagikan uang kepada ribuan mustahik yang mengantri, masih kerap terjadi. Meski menyalurkan langsung ini tidak dilarang, namun misi zakat untuk mengentaskan kemiskinan dipastikan akan sulit terwujud. Juga dari sisi kemanusiaan, praktek tersebut kurang manusiawi dan cenderung merendahkan harkat dan martabat mustahik.
Perlu kita ingat, 2,5% yang kita keluarkan berupa zakat itu bukan milik kita, tetapi milik mustahik. Oleh sebab itu, ketika mengeluarkan zakat, bukan berarti mengeluarkan harta kita. Tetapi sebaliknya, kita sedang mengeluarkan harta milik orang lain yang berhak. Kita harus benar-benar memerhatikan ketika memberikan hak orang lain kepada yang berhak.

Idealnya zakat itu dikeluarkan lewat lembaga amil. Mengapa? Karena, jika lewat lembaga amil maka dampak positif dari zakat menjadi lebih besar. Misalnya, kalau kita mengeluarkan zakat lima puluh ribu, & disalurkan langsung kepada mustahik, paling uang lima puluh ribu itu dipakai untuk makan sekali atau dua kali. Tetapi, jika menyalurkan lewat lembaga sebesar lima puluh ribu, lalu lembaga itu memiliki ribuan donatur, maka terkumpul dana yang sangat besar dan disalurkan dalam bentuk program.

Azka Al Baitul Amien menyalurkan dana zakat, infaq & shadaqah tidak hanya bersifat bagi-bagi uang (charity), tapi menyalurkannya dalam bentuk program. Contoh, program beasiswa pendidikan, dengan lima puluh ribu yang kita titipkan akan disalurkan dalam bentuk beasiswa kepada yatim/piatu/dhuafa yang bersekolah. Hal ini membuat ratusan anak bisa sekolah.

Allah SWT berfirman: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka…” (QS At Taubah: 103). Dengan awal kalimat ayat di atas secara jelas bisa fahami bahwa ada orang diantara umat Islam yang diperintahkan untuk mengambil zakat dari kalangan berada diantara orang Islam.
Lebih lanjut Allah SWT berfirman : “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, ‘amil (pengurus-pengurus zakat) , para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS At Taubah: 60).

Dalam undang-undang perzakatan nomor 23 tahun 2011 hasil Judicial Refiew, mahkamah konstitusi memberikan putusan bahwa yang boleh mengumpulkan dan mendayagunakan zakat adalah BAZNAZ, LAZ atau kelomok yang mendapat izin.

Jika merujuk pada apa yang telah dipraktekkan Rasulullah SAW, maka kita akan menemukan fakta bahwa tidak pernah ada contohnya di zaman Nabi, seorang muzakki menyalurkan zakatnya secara langsung kepada mustahik tanpa melalui amil. Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa memberikannya (zakat) karena berharap mendapatkan pahala, maka baginya pahala. Dan barangsiapa yang enggan mengeluarkannya, kami akan mengambilnya (zakat), ….” (HR Nasa’i).
Dengan kata kami akan mengambilnya” menunjukkan rasulullah sebagai kepala pemerintahan memberikan tugas khusus bagi suatu lembaga pemungut zakat.

Menurut Abu Ubaid dalam Kitab al-Amwal, munculnya praktek penyaluran langsung itu mulai terjadi pada masa transisi kekuasaan dari Khalifah Ali bin Abi Thalib RA kepada Dinasti Umayyah. Abu Ubaid mengutip pernyataan Ibnu Umar, ketika ditanya oleh masyarakat, mengatakan bahwa apabila terjadi situasi yang bersifat chaos, dimana terjadi instabilitas pemerintahan akibat konflik ataupun kudeta politik, maka menyalurkan zakat secara langsung kepada mustahik diperbolehkan.

Dalam konteks kekinian, situasi chaos ini dapat kita terjemahkan sebagai kondisi yang bersifat ekstrim dan tidak biasa terjadi. Sebagai contoh adalah bencana alam, kudeta pemerintahan, perang antar etnis, dan sebagainya. Atau bisa juga kita artikan sebagai suatu keadaan dimana di suatu daerah, tidak terdapat sama sekali institusi amil zakat, baik BAZNAS maupun LAZ (Lembaga Amil Zakat).
Dalam situasi seperti ini, maka seseorang bisa langsung menyalurkan zakat kepada yang mereka membutuhkan tanpa melalui amil. Sebaliknya, apabila situasi yang terjadi adalah bersifat normal, maka mengkonsolidasikan penghimpunan dana pada lembaga amil, menjadi satu hal yang perlu untuk dilakukan umat ini.


Karena itu, dalam QS 9: 60, Allah SWT secara eksplisit telah menegaskan keberadaan amil, sebagai lembaga yang menjalankan fungsi intermediasi antara muzakki dengan mustahik. Keberhasilan pelaksanaan fungsi intermediasi ini sangat menentukan pencapaian tujuan ibadah zakat itu sendiri. Wallahu a’lam.