Achmad Fathur Rosyid
Sekretaris LAZISNU Cab. Jember,
Litbang AZKA Al Baitul Amien
Dalam dekade
terkahir ini, pengelolaan zakat mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
signifikan. Hal ini ditandai dengan meningkatnya penghimpunan zakat melalui
lembaga pengelola zakat dalam hal ini lembaga amil zakat yang tersebar di
berbagai wilayah di Indonesia. Berdasarkan laporan audit BAZNAS (Badan Amil Zakat
Nasional) total penghimpunan zakat pada tahun 2014 mencapai 83 Milyar, apabila
jumlah tersebut ditambahkan dengan penghimpunan zakat yang dilakukan oleh
berbagai lembaga amil zakat, maka total pengimpunan zakat tahun 2014 mencapai 2,77 triliun (Antara,2015). Angka
tersebut masih jauh dari potensi zakat tiap tahunnya yang mencapai hingga 200
triliun. Jauhnya angka perolehan dana zakat dengan potensi tiap tahunnya
menunjukkan bahwa masih banyak umat islam yang mengeluarkan zakatnya langsung
kepada para mustahik (penerima zakat) dan belum percaya dan kurang memiliki pemahaman
akan pentingnya mengelurkan zakat melalui lembaga amil zakat.
Faktor
ketidakpercayaan kepada lembaga amil zakat yang telah ada, menjadi alasan muzakki
untuk menyalurkan sendiri zakatnya kepada mustahik (penerima zakat). Isu
akuntabilitas dan transparansi masih menjadi masalah utama yang
menggelayuti sebagian besar lembaga pengelola zakat di Indonesia, baik yang
dikelola pemerintah maupun yang dikelola oleh masyarakat. Hal ini
berpotensi mengakibatkan ibadah zakat terjebak hanya pada ritual keagamaan
tanpa menyentuh hakikat dari kewajiban ibadah zakat itu sendiri, bahkan yang
lebih parah adalah kesan pamer yang ditunjukkan oleh para muzakki.
Karena ada ”egoisme” dan kecenderungan muzakki yang lebih puas
menyerahkan sendiri zakatnya langsung ke mustahik, dengan alasan “lebih afdal,
tepat sasaran dan langsung memberi”. Padahal zakat adalah ibadah yang tidak
hanya dimensi ritual keagamaan saja namun juga memiliki dimensi moral, sosial
dan ekonomi untuk mewujudkan keadilan sosial dan pengentasan kemiskinan.
Lembaga amil
zakat termasuk lembaga publik karena mengelola dana publik/umat. Oleh karena
itu transparansi dan akuntabitas pengelolaan dana umat tersebut menjadi sebuah
kaharusan yang dilakukan oleh semua lembaga amil zakat. Keberhasilan kinerja pengelolaan
zakat tidak hanya dilihat dari banyaknya dana zakat yang terkumpul, tetapi juga
pada dampak dari pendistribusian dan pendayagunaan zakat tersebut yaitu dapat
mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam masyarakat. Oleh
karena itu lembaga pengelola zakat seyogyanya mampu meningkatkan kualitas
program dan pelayanan yang lebih terfokus dan berdampak luas. Maka semua
lembaga amil zakat harus menjadi trustable institution (Lembaga yang
terpercaya). Sehingga apabila lembaga amil zakat sudah memiliki trust
dari masyarakat, maka dengan sendirinya masyarakat akan lebih percaya dan
menganggap lebih afdhal untuk menitipkan dana zakatnya melalui lembaga amil
zakat. Selain itu, data yang dimiliki oleh lembaga amil zakat dapat menjadi
rujukan dari stake holder khususnya pemerintah dalam mengambil keputusan
dalam pemberian bantuan kepada warga miskin, contohnya adalah di Kabupaten
Berau Kalimantan Timur, Bupatinya lebih percaya data warga miskin yang dimiliki
BAZNAS daripada data yang dimiliki oleh dinas sosialnya.