AZKA AL BAITUL AMIEN JEMBER
Jl. Sultan Agung No 2 Jember Telp. 0331-425509

Anak Yatim itu Bernama Muhammad Rasulullah SAW

Oleh: Suparman, S.Ag, M.HI
Iftitah
Secara bahasa “yatim” berasal dari bahasa arab. Dari fi’il madli “yatama” mudlori’ “yaitamu”  yang berarti  sedih.  Atau bermakna: sendiri. Sedangkan kata yatim sendiri berbentuk isim fail, sehingga artinya adalah orang yang sendiri atau orang yang sedih.  Adapun menurut istilah syara’ yang dimaksud dengan anak yatim adalah anak yang ditinggal mati oleh ayahnya. Sebagian ulama menyatakan bahwa batas penamaan anak yatim adalah sampai baligh, sedangkan sebagian lain menyatatakan walaupun sudah baligh tetap disebut anak yatim. (Tafsir  Al Khazin, I hal 144)
Sejarah telah berbicara bahwa Rasulullah SAW adalah anak yatim. Terlahir dalam keadaan yatim, ditinggalkan oleh ayah tercinta semenjak masih dalam kandungan. Sejak kecil tidak pernah mendapatkan kasih sayang ayahnya. Dan beberapa waktu berselang, sang ibupun pergi menghadap yang kuasa.
Nabi Muhammad SAW tetaplah seorang manusia yang bisa mengalami kesedihan karena ditinggal orang yang sangat dicintai. Hanya karena pertolongan dan kekuataan yang diberikan Allah SWT, serta kasih sayang dan perlindungan dari orang-orang yang mencintainya, Nabi SAW  tetap kuat menghadapi kondisi yang sangat sulit tersebut dan menjalani hidup dengan kesuksesaan yang gemilang.  
Oleh karena itu, beliau sangat mengerti bagaimana kondisi psikologis seorang yang kehilangan orang tuanya. Itulah sebabnya mengapa kemudian beliau memberikan perhatian yang lebih kepada anak yatim. Memperhatikan kehidupan mereka agar  kuat dalam mengarungi kehidupan di dunia.
Perhatian ini disamping karena pengalaman pribadi Rasulullah SAW yang tumbuh besar sebagai anak yatim, tetapi lebih karena melihat kenyataan tentang kondisi sosial anak yatim yang banyak mendapatkan perlakuan tidak adil dari masyarakat. Ketidakberdayaan secara ekonomi dan sosial menjadikan mereka sangat rentan menjadi bahan eksploitasi oknum yang tidak bertanggung jawab. Begitu pula kondisi psikologis mereka yang tumbuh besar tanpa kasih sayang dan bimbingan orang tuanya, terkadang menjadikan mereka sangat mudah terpengaruh hal-hal negatif yang dapat menyebabkan mereka tidak terkontrol dan dianggap “sampah” masyarakat.
Kepedulian Kepada Anak Yatim
Terdapat banyak hadits yang menjelaskan keutamaan memperhatikan anak yatim.  Hadits yang paling mashur adalah sabda Rasulullah SAW:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- « كَافِلُ الْيَتِيمِ لَهُ أَوْ لِغَيْرِهِ أَنَا وَهُوَ كَهَاتَيْنِ فِى الْجَنَّةِ ». وَأَشَارَ مَالِكٌ بِالسَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى.(رواه البخاري)
"Aku dan pemeliharaan anak yatim, akan berada di syurga kelak", sambil mengisyaratkan dan mensejajarkan kedua jari tengah dan telunjuknya, demikianlah sabda baginda s.a.w. (H.R. Bukhari)
Dalam hadis yang lain baginda s.a.w. bersabda
عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحَارِثِ ر أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ ضَمَّ يَتِيمًا بَيْنَ أَبَوَيْنِ مُسْلِمَيْنِ إِلَى طَعَامِهِ وَشَرَابِهِ حَتَّى يَسْتَغْنِيَ عَنْهُ وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ الْبَتَّةَ(رواه أحمد)
Dari Malik bin Al Harits, sesungguhnya ia mendengar Nabi Muhammad bersabda, “Barang siapa yang mengikutsertakan seorang anak yatim diantara dua orang tua yang muslim, dalam makan dan minumnya, sehingga mencukupinya maka ia pasti masuk surga.” (HR. Ahmad)

Dan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Nabi saw bersabda :
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَبَضَ يَتِيمًا مِنْ بَيْنِ الْمُسْلِمِينَ إِلَى طَعَامِهِ وَشَرَابِهِ أَدْخَلَهُ اللهُ الْجَنَّةَ إِلَّا أَنْ يَعْمَلَ ذَنْبًا لَا يُغْفَرُ لَهُ  ( سنن الترمذي(
 Dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Nabi saw bersabda : barang siapa yang memberi makan dan minum seorang anak yatim diantara kaum muslimin, maka Allah akan memasukkannya kedalam surga, kecuali dia melakukan satu dosa yang tidak diampuni. (Sunan Al Tirmidzi)
Imam Ahmad dalam musnadnya meriwayatkan dari Abu Hurairoh r.a. hadits yang berbunyi :
 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلًا شَكَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَسْوَةَ قَلْبِهِ فَقَالَ امْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ وَأَطْعِمْ الْمِسْكِينَ (رواه أحمد )
 Dari Abu Hurairoh, bahwa seorang laki-laki mengadu kepada Nabi saw akan hatinya yang keras, lalu Nabi berkata: usaplah kepala anak yatim dan berilah makan orang miskin (HR. Ahmad)
Mengusap di sini, tidak bisa hanya diartikan secara lafdiyah berupa usapan di kepala anak yatim, tetapi mengandung makna memberikan perhatian, perlindungan dan kasih sayang kepada anak yatim. (Faidhul Qodir, juz III hal 37)
Inilah beberapa gambaran tentang cara berbuat baik kepada anak yatim serta pahala yang didapat. Untuk mendapat pahala yang berlimpah ini memang gampang-gampang sulit. Dianggap gampang karena kita tinggal mencurahkan kasih sayang dengan memperhatikan pendidikan, ekonomi dan kondisi psikologis mereka. Tetapi terkadang menjadi berat, karena ternyata niat baik kita untuk menjadikan anak yatim bisa berdaya, bertolak belakang dengan respon yang diberikan anak yatim tersebut. Terkadang mereka “tidak mau”, tidak merasa diperdulikan dan dikasihi, atau melakukan tindakan-tindakan yang membuat kita sakit hati dan merasa sia-sia membantu mereka. Tantangan ini tidak seharusnya menjadikan kita patah semangat, justru dijadikan sebagai batu ujian untuk mendapatkan pahala yang besar tersebut. Karena memang di dalam setiap janji pahala yang berlimpah, Allah SWT pasti memberikan pula rintangan yang sepadan dengan keutamaan tersebut.
Ikhtitam
Momentum maulid Nabi SAW yang dirayakan sebagian besar umat islam, sebisa mungkin dijadikan sebagai sarana untuk lebih menumbuhkan rasa simpati dan empati anak yatim. Ada rahasia besar dari Allah SWT yang menggariskan Rasulullah  SAW terlahir sebagai yatim dengan perayaan maulid nabi Muhammad SAW. Terdapat hubungan yang sangat erat antara keduanya, agar ketika umat umat Islam bersyukur merayakan maulid Nabi SAW, mereka juga dapat mengingat Rasul SAW yang  sedang diperingatinya kelahirannya itu sebagai sosok anak yatim dengan ajaran-ajarannya yang sangat peduli kepada kaum lemah, khususnya anak-anak senasib dengan beliau.

Manusia mulia yang sedang kita rayakan kelahirannya itu adalah Nabi Muhammad SAW, seorang anak yatim yang mendapatkan perhatian dan cinta kasih penuh dari orang-orang di sekelilingnya sehingga dapat tumbuh menjadi pribadi tangguh panutan umat manusia.  Inilah pelajaran berharga dari maulid Nabi  SAW, bagaimana kita bisa menjadi Abdulmuttalib atau Abu Thalib baru yang memberikan perhatian penuh kepada anak yatim sehingga mereka yang telah hidup sendiri itu, tidak benar-benar sebatang kara menjalani kerasnya kehidupan  ini.