AZKA AL BAITUL AMIEN JEMBER
Jl. Sultan Agung No 2 Jember Telp. 0331-425509

Hukum Melaksanakan Nadzar

Pertanyaan:
Pak Ustadz yang kami hormati, perkenalkan nama saya Muhaimin dari Tegal Besar. Dulu ketika anak saya anak menghadapi Ujian Nasional, saya berjanji jika anak saya lulus, maka saya akan menyembelih kambing untuk mengadakan selamatan dengan mengundang faqir miskin kemudian bersedekah kepada mereka. Namun sampai saat ini, apa yang yang janjikan itu berlum saya laksanakan. Apa yang harus saya lakukan? Dan apakah saya tetap berkewajiban melaksanakan janji saya itu?

Jawab:
Bapak Muhaimin yang kami hormati.  Dalam bahasa agama, apa yang saudara lakukan itu bisa dikategorikan sebagai nadzar. Ulama fiqh mendefinisikan nadzar adalah mewajibkan suatu perbuatan yang di dalamnya terdapat unsur qurbah (perdekatan diri kepada Allah SWT) yang tidak tergolong perbuatan wajib. Misalnya shalat sunnah, puasa sunnah, shadaqah dan lainnya. Sedangkan mewajibkan diri untuk melaksanakan perbuatan mubah, apalagi haram, tidak  tergolong nadzar. Misalnya mengatakan, kalau anak saya lulus, akan saya ajak jalan-jalan ke Borobudur.
Nadzar mempunyai beberapa bentuk yang itu berpengaruh pada hukum nadzar tersebut. Pertama, Pertama, nadzar tanpa dihubungkan dengan suatu kejadian, misalnya seseorang mengatakan, nanti malam saya  mewajibkan diri saya untuk shalat tahajjud. Kedua, nadzar dengan  menghubungkannya dengan suatu kejadian. Contoh, kalau anak saya lulus ujian saya akan bershadaqah.
Pada contoh pertama, ulama sepakat bahwa nadzar semacam itu dianjurkan. Sebaliknya, perbedaan pendapat terjadi pada bentuk kedua. Ibn Rusyd menghukumi mubah, dengan alasan bahwa seperti itu adalah menjadi media seseorang untuk berbuat baik. Sementara golongan Syafi’iyyah dan Hanabilah memakruhkan nadzar jenis ini, dengan alasan hadits Nabi SAW:

Dari Ibn Umar Dari Nabi Muhammad SAW sesungguhnya ia bersabda, “Nadzar itu tidak dapat mempercepat ataup mengakhirkan datangnya sesuatu. Hal itu hanya dilakukan oleh orang yang bakhil. (HR. Bukhari Muslim)
Walapun berbeda pendapat tentang hukum kedua jenis nadzar tersebut, pada ulama sepakat bahwa kedua jenis nadzar ini wajib untuk dilaksanakan. Pada bentuk pertama, apa yang dinadzarkan segera harus ditunaikan. Sedangkan yang kedua, kewajiban melaksanakan nadzar itu masih menunggu terwujudnya kejadian tersebut. Jika tidak dilaksanakan maka akan menjadi hutang yang harus ditunaikan.
Bapak Muhaimin yang kami hormati
Jadi, apa yang Bapak tanyakan itu, masuk pada kategori nadzar yang kedua. Oleh karena itu, walaupun sudah agak lama dari janji Bapak kepada Allah SWT itu diucapkan, tetap ada kewajiban untuk menunaikannya.
Saran kami, untuk waktu yang datang, jika Bapak memiliki hajat dan berharap segera dikabulkan Allah SWT,  maka yang paling baik adalah terlebih dahulu melaksanakan kebaikan,  barulah meminta kepada Allah SWT agar hajat Bapak dikabulkan sebagai balasan dari kebaikan itu. Bukan sebaliknya, meminta hasil dulu, baru melaksanakan kebaikan.

Referensi
Al Fiqhul Islami Wa Adillatuhu juz IV
Al Siraj Al Wahhaj,

Minhajut Thalibin juz I