Pertanyaan:
Pak Ustadz yang kami hormati, perkenalkan nama
saya Muhaimin dari Tegal Besar. Dulu ketika anak saya anak menghadapi Ujian
Nasional, saya berjanji jika anak saya lulus, maka saya akan menyembelih
kambing untuk mengadakan selamatan dengan mengundang faqir miskin kemudian
bersedekah kepada mereka. Namun sampai saat ini, apa yang yang janjikan itu
berlum saya laksanakan. Apa yang harus saya lakukan? Dan apakah saya tetap
berkewajiban melaksanakan janji saya itu?
Jawab:
Bapak
Muhaimin yang kami hormati. Dalam bahasa
agama, apa yang saudara lakukan itu bisa dikategorikan sebagai nadzar. Ulama
fiqh mendefinisikan nadzar adalah mewajibkan suatu perbuatan yang di dalamnya
terdapat unsur qurbah (perdekatan
diri kepada Allah SWT) yang tidak tergolong perbuatan wajib. Misalnya shalat
sunnah, puasa sunnah, shadaqah dan lainnya. Sedangkan mewajibkan diri untuk
melaksanakan perbuatan mubah, apalagi haram, tidak tergolong nadzar. Misalnya mengatakan, kalau
anak saya lulus, akan saya ajak jalan-jalan ke Borobudur.
Nadzar mempunyai beberapa bentuk yang itu berpengaruh pada
hukum nadzar tersebut. Pertama, Pertama,
nadzar tanpa dihubungkan dengan suatu kejadian, misalnya seseorang mengatakan,
nanti malam saya mewajibkan diri saya
untuk shalat tahajjud. Kedua, nadzar
dengan menghubungkannya dengan suatu
kejadian. Contoh, kalau anak saya lulus ujian saya akan bershadaqah.
Pada contoh pertama, ulama sepakat bahwa nadzar semacam itu
dianjurkan. Sebaliknya, perbedaan pendapat terjadi pada bentuk kedua. Ibn Rusyd
menghukumi mubah, dengan alasan bahwa seperti itu adalah menjadi media
seseorang untuk berbuat baik. Sementara golongan Syafi’iyyah dan Hanabilah
memakruhkan nadzar jenis ini, dengan alasan hadits Nabi SAW:
Dari
Ibn Umar Dari Nabi Muhammad SAW sesungguhnya ia bersabda, “Nadzar itu tidak
dapat mempercepat ataup mengakhirkan datangnya sesuatu. Hal itu hanya dilakukan
oleh orang yang bakhil. (HR. Bukhari Muslim)
Walapun berbeda pendapat tentang hukum kedua jenis nadzar
tersebut, pada ulama sepakat bahwa kedua jenis nadzar ini wajib untuk
dilaksanakan. Pada bentuk pertama, apa yang dinadzarkan segera harus
ditunaikan. Sedangkan yang kedua, kewajiban melaksanakan nadzar itu masih
menunggu terwujudnya kejadian tersebut. Jika tidak dilaksanakan maka akan
menjadi hutang yang harus ditunaikan.
Bapak Muhaimin yang kami hormati
Jadi, apa yang Bapak tanyakan itu, masuk pada kategori nadzar
yang kedua. Oleh karena itu, walaupun sudah agak lama dari janji Bapak kepada
Allah SWT itu diucapkan, tetap ada kewajiban untuk menunaikannya.
Saran kami, untuk waktu yang datang, jika Bapak memiliki hajat
dan berharap segera dikabulkan Allah SWT,
maka yang paling baik adalah terlebih dahulu melaksanakan kebaikan, barulah meminta kepada Allah SWT agar hajat
Bapak dikabulkan sebagai balasan dari kebaikan itu. Bukan sebaliknya, meminta
hasil dulu, baru melaksanakan kebaikan.
Referensi
Al
Fiqhul Islami Wa Adillatuhu juz IV
Al
Siraj Al Wahhaj,
Minhajut
Thalibin juz I