Oleh: BAIDLOWI, M.H.I
Dzulhijjah
adalah salah satu bulan mulia dalam kalender Islam. Banyak umat Islam yang
menantikan kedatangannya, Berikut ini adalah beberapa keutamaan dari amaliah di
bulan Dzulhijjah yang mesti kita ketahui dan semoga bisa memancing kita untuk
melakukan banyak amal kebaikan pada bulan ini.
Amalan-amalan yang
dianjurkan
Untuk mengisi bulan dzulhijjah yang di dalamnya ada hari
raya idul adha, hendaknya seseorang mengisinya dengan sesuatu yang bermanfaat
bagi dirinya dan orang lain . diantara amalan-amalan yang sangat dianjurkan
untuk dikerjakan adalah:
a.
Banyak Ibadah Pada
Sepuluh Hari Pertama (Tanggal 1-10 Dzulhijjah). Penjelasan anjuran
berpuasa ini dapat dijumpai di QS. Al-Fajr: ayat 1-2. Imam Ibnu Katsir Rahimahullah menjelaskan
tentang kata layalin ashr (malam-malam yang sepuluh) dalam ayat tersebut
dengan sepuluh hari pada Dzulhijjah. Sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas, Ibnu Az
Zubair, Mujahid, dan lebih dari satu kalangan salaf dan khalaf. [Tafsir Al
Quran Al ‘Azhim, 8/390. Dar Ath Thayyibah]
b.
Shaum ‘Arafah (Pada
9 Dzulhijjah). Penjelasan anjuran ini dapat dijumpai dibeberapa hadits,
diantaranya hadits dari sahabat Qatadah Al Anshari Radhiallahu ‘Anhu,
katanya:
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ
فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
Artinya : "Nabi
ditanya tentang puasa hari ‘Arafah, beliau menjawab: “Menghapuskan dosa
tahun lalu dan tahun kemudian.” (HR. Muslim No. 1162, At Tirmidzi No.
749, An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 2805, Ath Thabari
dalam Tahdzibul Atsar No. 763, Ahmad No. 22535, 22650. Ibnu
Khuzaimah No. 2117, dan ini adalah lafaz Imam Muslim)
Kecuali
bagi orang yang sedang wukuf di Arafah, mereka dilarang untuk berpuasa.
Penjelasan ini dapat dijumpai keterangan yang dipaparkan oleh Imam At
Tirmidzi Rahimahullah :
وقد استحب أهل العلم صيام يوم عرفة إلا
بعرفة
Para ulama telah
menganjurkan berpuasa pada hari ‘Arafah, kecuali bagi yang sedang di ‘Arafah. (Sunan
At Tirmidzi, komentar hadits No. 749). Dasar hadits terhadap pelarangan
puasa bagi orang yang sedang wuquf di ‘Arafah adalah hadits riwayat Abu
Hurairah::
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ بِعَرَفَاتٍ
Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam melarang berpuasa pada hari ‘Arafah bagi yang sedang
di ‘Arafah. (HR. Abu Daud No. 2440, Ibnu Majah No. 1732, Ahmad No. 8031,
An Nasa’i No. 2830, juga dalam As Sunan Al Kubra No. 2731,
Ibnu Khuzaimah No. 2101, Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1587)
c.
Shalat Idul Adha dan
Menyembelih Hewan Qurban. Penjelasan dari anjuran ini adalah ayat
al-Qur'an surat Al-Kautsar ayat 2.
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka
dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah.” (QS. Al Kautsar:
2)
Para ulama masih berbeda pendapat tentang hukum berqurban,
ada yang mengatakan wajib bagi yang memiliki kelapangan rezeki, ada pula yang
mengatakan sunah mu’akadah, dan inilah pendapat mayoritas sahabat,
tabi’in, dan para ulama. Ulama yang mewajibkan berdalil dengan hadits berikut,
dari Abu Hurairah Radhiallhu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ
فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا
“Barangsiapa
yang memiliki kelapangan (rezeki) dan dia tidak berkurban, maka jangan dekati
tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah No. 3123, Al Hakim
No. 7565, Ahmad No. 8273, Ad Daruquthni No. 53, Al Baihaqi dalam Syu’abul
Iman No. 7334)
Sementara yang tidak mewajibkan, menyatakan bahwa hadits
tersebut mauquf (hanya sampai sahabat nabi, bukan Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam). Sedangkan ayat Fashalli li Rabbika wanhar,
tidak bermakna wajib kurban melainkan menunjukkan urutan aktifitas, yakni
menyembelih kurban dilakukan setelah shalat Id. [Subulus Salam, 4/91]
d.
Berdzikir Kepada Allah
Ta’ala pada hari-hari Tasyriq. Pada hari-hari tasyriq kita dianjurkan
banyak berdzikir, karena Nabi juga mengatakan hari tasyriq adalah hari
berdzikir kepada Allah Ta’ala. Agar kebahagian dan pesta kaum muslimin tetap
dalam bingkai kebaikan, dan tidak berlebihan. Imam Ibnu Habib menjelaskan
tentang berdzikir pada hari-hari tasyriq:
Hendaknya
bagi penduduk Mina dan selain mereka untuk bertakbir pada awal siang (maksudnya
pagi, pen), lalu ketika matahari meninggi, lalu ketika matahari
tergelincir, kemudian pada saat malam, demikian juga yang dilakukan. Ada pun
penduduk seluruh ufuk dan selain mereka, pada setiap keluarnya mereka ke tempat
shalat dan setelah shalat hendaknya mereka bertakbir pada saat itu, dan
tidak dikeraskan.[ Imam Abul Walid Al Baji, Al Muntaqa Syarh Al Muwaththa’, 2/463]
Akhirnya,
bersyukurlah kepada Allah apabila kita bisa melaksanakan ibadah-ibadah tersebut
di atas, bisa melaksanakan dan melengkapi syarat dan rukun haji, berpuasa
Arafah, menyembelih hewan Qurban dan amalan-amalan lainnya. Namun ingat,
janganlah dengan amalan tersebut yang menjadikan kita sombong. Bangga diri
karena bisa berqurban sembari mencemooh tetangga, saudara atau teman kita yang
tidak berqurban. Ujub karena bisa berpuasa dan menganggap dosa setahun yang
lalu dan yang akan datang sudah terhapus sehingga bisa berfoya-foya seenaknya.
Bukanlah demikian sikap seorang muslim. Allah ta’ala berfirman yang
artinya, “Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan,
dan hati mereka merasa takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka
akan kembali kepada Rabb mereka.” (Al-Mu’minuun: 60).